Nasionalisme
merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia
masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin
masih lebih kaya lagi pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat
ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut :
1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah
air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2. Nasionalisme ialah suatu keinginan
akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa.
3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian
mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati
yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul
daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme adalah dogma yang
mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu
sendiri.
Nasionalisme
tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan berikut :
(1) keinginan
untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat; (2) perluasan
kekuasan negara kebangsaan; (3) pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran
kebudayaan nasional dan (4) konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang
terangsang oleh perasaan nasional.
Kini nasionalisme
mengacu ke kesatuan, keseragam-an, keserasian, kemandirian dan agresivitas.
(Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168).
Ciri Khas Nasionalisme Indonesia
Negara kita berawal pada
suatu ideologi yaitu nasionalisme, sebagai counter ideologi
dari kolonialisme atau imperialisme yang merupakan suatu sistem politik
yangmensahkan dominasi orang asing terhadap kaum pribumi. Suatu analisis
menyatakanbahwa sewajarnya suatu pemerintahan ditunjuk oleh rakyat
sendiri serta memilikiotonomi. Disini muncullah prinsip-prinsip yang
tercakup dalam nasionalisme aupunPancasila.Prinsip-prinsip
nasionalisme ialah kesatuan/kesatuan, kebebasan, ersamaan,kepribadian dan
prestasi. Untuk mewujudkan prinsip-prinsip itu diperlukan dukungandari ideologi
Pancasila. Ini menjadi faktor kunci untuk membentuk identitas BangsaIndonesia.
Apabila kita memperhatikan
kerangka perumusan nasionalisme Indonesia yaituPancasila dan Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945. Persatuan Indonesia ditegaskandalam kerangka
Pancasila, yang merupakan pernyataan prinsip-prinsip etika politik yangluhur,positif dan
universalistik. Sedangkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945menempatkan pernyataan kemerdekaan Republik Indonesia ke
dalam kerangka hak segala bangsa atas kemerdekaan.Barangkali
dapat dikatakan bahwa Nasionalisme Indonesia dalam pengertian Pancasiladan
dalam konteks UUD 1945 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Bninneka Tunggal Ika,
mengakui keanekaan budaya, bahasa, adat dan tradisilokal se-Nusantara.
2) Etis,karena selalu harus
dijelaskan, dipahami dan bahkan di amalkan dalamkaitannya yang utuh dengan dan tak terpisahkan dari seluruh
kerangka asas-asasetika politik Pancasila.
3) Terbuka, baik secara
cultural dan religius, dalam arti tidak menutup diri dalamseluruh ejarahnya
terhadap berbagai pengaruh yang datang dari luar yang lamakelamaan membentuk
jati diri nasionalnya.4) Universalistik, karena berdasarkan pengakuan terhadap harkat
kemanusiaanuniversal.5) Berdasarkan kepercayaan diri, bangsa Indonesia
percaya pada kemampuandirinya sendiri untuk mengatasi masalah-masalah dan
membangun masadepannya.
Hantu
Globalisasi
Globalisasi, kata ini sering
didengung-dengungkan, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan.
Dalam dunia ekonomi, kata globalisasi tersebut tercantum makna hilangnya satu
situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara di seluruh
dunia dapat bergerak bebas dalam perdagangan. Tidak boleh ada lagi proteksi,
ataupun monopoli. Dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang
masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi,
pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. Globalisasi sesunguhnya adalah tahap
akhir dari kapitalisme yang sudah mengakar sedemikian kuat dalam tradisi
masyarakat dunia. Sejak digulirkannya dalam borjuasi tempo doeloe.
Yusuf Qaradhawy menganalisis bahwa
globalisasi, yang kini telah bergulir, diciptakan dan dipromosikan oleh
Amerika. Di Timur dan Barat, semua orang memperbincagkan segala hal yang
berasal dari Amerika, baik berupa produk teknologi maupun pemikira. Globalisasi
adalah imperialisme lama dengan wajah baru. Ia direkayasa demi kepentingan
negara-negara kuat melawan negara-negara lemah
Hegemoni Amerika dalam dunia hiburan
dan pembentukan budaya global, dapat dikatakan sebagai satu bentuk “American
Cultural Imperialism”. Industri film Amerika dan berbagai stasiun TV-nya
mendominasi pembentukan budaya global. Dan dibalik itu semua adalah
mempromosikan kepentingan-kepentingan Amerika dengan mengekspor modernitas dan
mempropagandakan konsumerisme.
Globalisasi adalah satu masyarakat
post-kapitalis yang mendorong kapitalisme dengan mempromosikan sejumlah
karakteristik dari kapitalisme. Sebagaimana dikatakan Holton: “Americanization
thesis is that it is capitalism rather than Americanization that is becoming
globalized.”
Itulah yang sebenarnya sedang
menimpa umat manusia di seluruh pelosok dunia, Sebuah proses imperialisme
budaya yang dilakukan budaya Barat, yang akhirnya juga tidak lepas dari
kepentingan (interests) dari negara-negara kuat. Dalam bukunya, Ideologies
of Globalization: Contending visions of a New World Order, Mark
Rupert menulis satu bab berjudul “The Hegemonic Project of Liberal
Globalization”. Ia mencatat, bahwa globalisasi adalah proyek politik
dari kekuatan sosial dominan dan akan selalu problematis dan mendapat tentangan:
“There is no reason to believe that liberal globalization is ineluctable… it
has been the political project of an identifiable constellation of dominant
social forces and it has been, and continues to be, politically problematic and
contestable.”
Berbagai kajian tentang fenomena
globalisasi telah banyak diungkapkan. Namun, kuatnya arus konsumerisme,
hedonisme, dan ‘narkotikisme’ yang dijejalkan kepada masyarakat dunia melalui
berbagai acara-acara hiburan, memang sulit dibendung. Sihir-sihir dunia showbiz
begitu menawan dan menyapu akal sehat. Manusia terus dijejali cara berpikir
pragmatis dan hedonis, untuk melahap apa saja, menikmati hidup, tanpa peduli
apakah cara yang dilakukannya menghancurkan nilai-nilai akhlak dan agama. Jika
liberalisasi di bidang moral sudah berlangsung, maka sebagian kalangan akan
mencoba-coba mencari legitimasi dari agama, sebagaimana dalam kasus homoseksual
di Barat.
0 komentar:
Posting Komentar