Jumat, 06 Juli 2012

NASIONALISME DAN DERASNYA ARUS GLOBALISASI



Nasionalisme merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama bangsa Indonesia masih ada. Nasionalisme bukanlah suatu pengertian yang sempit bahkan mungkin masih lebih kaya lagi pada zaman ini. Ciri-ciri nasionalisme di atas dapat ditangkap dalam beberapa definisi nasionalisme sebagai berikut :
1. Nasionalisme ialah cinta pada tanah air, ras, bahasa atau sejarah budaya bersama.
2. Nasionalisme ialah suatu keinginan akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa.
3. Nasionalisme ialah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut sebagai bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya.
4. Nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa individu hanya hidup untuk bangsa dan bangsa demi bangsa itu sendiri.

Nasionalisme tersebut berkembang terus memasuki abad 20 dengan kekuatan-kekuatan berikut :
(1) keinginan untuk bersatu dan berhasil dalam me-nyatukan wilayah dan rakyat; (2) perluasan kekuasan negara kebangsaan; (3) pertumbuhan dan peningkatan kesa-daran kebudayaan nasional dan (4) konflik-konflik kekuasaan antara bangsa-bangsa yang terangsang oleh perasaan nasional.
Kini nasionalisme mengacu ke kesatuan, keseragam-an, keserasian, kemandirian dan agresivitas. (Boyd C. Shafer, 1955, hal. 168).
Ciri Khas Nasionalisme Indonesia
Negara kita berawal pada suatu ideologi yaitu nasionalisme, sebagai counter ideologi dari kolonialisme atau imperialisme yang merupakan suatu sistem politik yangmensahkan dominasi orang asing terhadap kaum pribumi. Suatu analisis menyatakanbahwa sewajarnya suatu pemerintahan ditunjuk oleh rakyat sendiri serta memilikiotonomi. Disini muncullah prinsip-prinsip yang tercakup dalam nasionalisme  aupunPancasila.Prinsip-prinsip nasionalisme ialah kesatuan/kesatuan, kebebasan, ersamaan,kepribadian dan prestasi. Untuk mewujudkan prinsip-prinsip itu diperlukan dukungandari ideologi Pancasila. Ini menjadi faktor kunci untuk membentuk identitas BangsaIndonesia.
Apabila kita memperhatikan kerangka perumusan nasionalisme Indonesia yaituPancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Persatuan Indonesia ditegaskandalam kerangka Pancasila, yang merupakan pernyataan prinsip-prinsip etika politik yangluhur,positif dan universalistik. Sedangkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945menempatkan pernyataan kemerdekaan Republik Indonesia ke dalam kerangka hak segala bangsa atas kemerdekaan.Barangkali dapat dikatakan bahwa Nasionalisme Indonesia dalam pengertian Pancasiladan dalam konteks UUD 1945 memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Bninneka Tunggal Ika, mengakui keanekaan budaya, bahasa, adat dan tradisilokal se-Nusantara.
2) Etis,karena selalu harus dijelaskan, dipahami dan bahkan di amalkan dalamkaitannya yang utuh   dengan dan tak terpisahkan dari seluruh kerangka asas-asasetika politik Pancasila.
3) Terbuka, baik secara cultural dan religius, dalam arti tidak menutup diri dalamseluruh ejarahnya terhadap berbagai pengaruh yang datang dari luar yang lamakelamaan membentuk jati diri nasionalnya.4) Universalistik, karena berdasarkan pengakuan terhadap harkat kemanusiaanuniversal.5) Berdasarkan kepercayaan diri, bangsa Indonesia percaya pada kemampuandirinya sendiri untuk mengatasi masalah-masalah dan membangun masadepannya.
Hantu Globalisasi
Globalisasi, kata ini sering didengung-dengungkan, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam dunia ekonomi, kata globalisasi tersebut tercantum makna hilangnya satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara di seluruh dunia dapat bergerak bebas dalam perdagangan. Tidak boleh ada lagi proteksi, ataupun monopoli. Dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. Globalisasi sesunguhnya adalah tahap akhir dari kapitalisme yang sudah mengakar sedemikian kuat dalam tradisi masyarakat dunia. Sejak digulirkannya dalam borjuasi tempo doeloe.
Yusuf Qaradhawy menganalisis bahwa globalisasi, yang kini telah bergulir, diciptakan dan dipromosikan oleh Amerika. Di Timur dan Barat, semua orang memperbincagkan segala hal yang berasal dari Amerika, baik berupa produk teknologi maupun pemikira. Globalisasi adalah imperialisme lama dengan wajah baru. Ia direkayasa demi kepentingan negara-negara kuat melawan negara-negara lemah
Hegemoni Amerika dalam dunia hiburan dan pembentukan budaya global, dapat dikatakan sebagai satu bentuk “American Cultural Imperialism”. Industri film Amerika dan berbagai stasiun TV-nya mendominasi pembentukan budaya global. Dan dibalik itu semua adalah mempromosikan kepentingan-kepentingan Amerika dengan mengekspor modernitas dan mempropagandakan konsumerisme.
Globalisasi adalah satu masyarakat post-kapitalis yang mendorong kapitalisme dengan mempromosikan sejumlah karakteristik dari kapitalisme. Sebagaimana dikatakan Holton: “Americanization thesis is that it is capitalism rather than Americanization that is becoming globalized.”
Itulah yang sebenarnya sedang menimpa umat manusia di seluruh pelosok dunia, Sebuah proses imperialisme budaya yang dilakukan budaya Barat, yang akhirnya juga tidak lepas dari kepentingan (interests) dari negara-negara kuat. Dalam bukunya, Ideologies of Globalization: Contending visions of a New World Order, Mark Rupert menulis satu bab berjudul “The Hegemonic Project of Liberal Globalization”. Ia mencatat, bahwa globalisasi adalah proyek politik dari kekuatan sosial dominan dan akan selalu problematis dan mendapat tentangan: “There is no reason to believe that liberal globalization is ineluctable… it has been the political project of an identifiable constellation of dominant social forces and it has been, and continues to be, politically problematic and contestable.”
Berbagai kajian tentang fenomena globalisasi telah banyak diungkapkan. Namun, kuatnya arus konsumerisme, hedonisme, dan ‘narkotikisme’ yang dijejalkan kepada masyarakat dunia melalui berbagai acara-acara hiburan, memang sulit dibendung. Sihir-sihir dunia showbiz begitu menawan dan menyapu akal sehat. Manusia terus dijejali cara berpikir pragmatis dan hedonis, untuk melahap apa saja, menikmati hidup, tanpa peduli apakah cara yang dilakukannya menghancurkan nilai-nilai akhlak dan agama. Jika liberalisasi di bidang moral sudah berlangsung, maka sebagian kalangan akan mencoba-coba mencari legitimasi dari agama, sebagaimana dalam kasus homoseksual di Barat.

0 komentar:

Posting Komentar